Assalmualaikum wr wb...
Mari kita rundingkan tentang hukum Wanita berpergian / mabit..
saya mengiinginkan kritik dan saran dari antum yg sdg mmbaca..
simak baik"..
Wanita yang sudah akil baligh memang tidak diperkenankan untuk keluar
rumah lebih dari tiga hari kecuali ditemani oleh mahram atau suaminya.
Larangan ini bersifat umum dan jelas berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
`Tidak halal bagi wanita muslim bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama mahramnya`.
Para ulama berbeda pendapat bila tujuannya adalah untuk pergi haji.
Dalam masalah mahram bagi wanita dalam pergi haji, ada dua pendapat yang
berkembang.
Ada 2 pendapat para alim ulama tetang hukum ini (ijtihad) yaitu :
1. Pendapat Pertama : Mengharuskan ada mahram secara mutlak.
Seorang wanita yang sudah akil baligh tidak diperbolehkan bepergian
lebih dari tiga hari kecuali ada suami atau mahram bersamanya. Hal itu
sudah ditekankan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lalu dalam sabda
beliau.
Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda,`Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali
bila ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali
bersama mahramnya. Ada seorang yang berdiri dan bertanya,`Ya Rasulullah
SAW, istriku bermaksud pergi haji padahal aku tercatat untuk ikut pergi
dalam peperangan tertentu. Rasulullah SAW bersabda,`Pergilah bersama
istrimu untuk haji bersama istrimu`. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad.)
Hal itu juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika seorang
wanita bertanya via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah haji
karena tidak punya mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i
menjawab bahwa anda termasuk orang yang tidak wajib untuk berhaji.
Kewajiban harus adanya mahram di atas adalah sebuah pendapat yang
dipegang dalam mazhab Hanafi dan para pendukungnya. Juga pendapat
An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri, Ahmad dan Ishaq.
2. Pendapat Kedua : Tidak mengharuskan secara mutlak
Seorang wanita boloeh bepergian untuk haji asal ada mahram atau suami
atau ada sejumlah wanita lain yang tsiqah (dipercaya). Ini adalah
pendapat yang didukung oleh Imam Asy-Syafi`i ra. Bahkan dalam satu
pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh
satu saja wanita yang tsiqah. Bahkan dalam riwayat yang lain
seorangwnaita boleh pergi haji sendirian tanpa mahram asal kondisinya
aman.
Namun semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya
wajib. Sedangkan yang sunnah tidak berlaku hal tersebut. Pendapat ini
didasarkan pada sabda Nabi yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada
wanita yang pergi haji dari kota Hirah ke Mekkah dalam keadaan aman.
Rasulullah SAW bersabda,
`Wahai Adi, bila umurmu panjang wanita di dalam haudaj (tenda di
atas punuk unta) bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah tidak
merasa takut kecuali hanya kepada Allah saja`. (HR. Bukhari)
Selain itu pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga
didukung dengan dalil bahwa para istri nabi pun pergi haji di masa Umar
setelah diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan
dan Abdurrahman bin Auf. (HR. Bukhari).
Ibnu Taymiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam
mengatakan bahwa wnaita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu
juga dengan orang yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.
Karean itu bila memang tidak terlalu penting dan lengkap
persyaratannya, sebaiknya para akhwat tidak diprogram dengan acara yang
menginap, apalagi di luar kota. Kecuali dengan pertimbangan yang
betul-betul matang sekali dan dengan alasan yang sangat kuat pada kasus
tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar